Ciut Pesan Kopi di Tanamera Coffee
Sore itu, sekitar pukul 4, hujan secara mendadak turun deras saat saya tengah bersiap menuju Kebayoran Baru. Saya akan bertandang ke Tanamera Coffee, sebuah coffee shop yang katanya hanya memakai biji kopi terbaik dari Indonesia. Apakah kali ini saya akan mencicip secangkir espresso panas atau tangerine latte untuk mengusir dingin setelah menerobos hujan selama di jalan? Atau malah memilih untuk meneguk sajian cold brew-nya?
Nyatanya setelah berdiri di meja kasir dan melihat menu di papan bagian atas ruangan, pilihan saya berujung pada ice lychee tea.
Nyali saya pesan kopi ciut. Rasa pahit pekat yang tak saya suka sudah hadir di lidah lebih dulu. Bahkan sebelum saya memesan satu dari sekian banyak varian sajian kopi menarik dengan harga di atas Rp30.000.
Saya masih merasa aneh untuk memesan kopi. Apalagi yang panas. Dan mesti menghabiskannya. Padahal, di tengah suasana gloomy sehabis hujan, minuman panas tampak cocok. Keputusan memesan ice lychee tea pada akhirnya bikin sedikit sesal. Tenggorokan semakin menjadi terserang radang. Dingin tubuh pun tak terelakkan tanpa dapat asupan hangat. Kesempatan menikmati olahan biji kopi lokal terbaik dari coffee shop yang sempat menyabet penghargaan dari Melbourne International Coffee Expo juga mesti pupus.
Ngapain ke Tanamera, tapi pesan ice lychee tea?
Saya sampai sekarang masih mencari letak enak kopi, selain aromanya. Juga masih menyelami diri, kenapa saya bisa-bisanya nggak suka kopi? Saya yang nggak suka kopi ini begitu jadi minoritas kawan-kawan yang biasa minum kopi bergelas-gelas setiap hari. Kopi hitam pula.
Sejauh ini, saya hanya pernah menghabiskan dua gelas kopi. Dan keduanya bukan racikan kopi “tulen”.
Pertama kali kopi yang dibeli di Familymart pemberian seorang kawan saat saya take podcast di kantornya. Saat itu tak ada pahit atau pekat berlebih dari sagelas ice coffee-nya. Bahkan saya nggak sadar seruput demi seruput, air cokelat dingin itu sudah habis saya tegak seluruhnya. Begitu mengejutkan. Pertama kalinya saya menghabiskan segelas kopi! Walau katanya itu kopi ‘jadi-jadian’ karena terlalu manis bagi banyak orang.
“Itu mah kayak minum gula.” kata seorang kawan membalas unggahan saya di Instagram Story.
Gelas kopi kedua saat saya ke coffee shop langganan di Cipete. Benar-benar langganan dan saya berkawan dengan barista serta stafnya. Saking kenalnya, mereka acap kali — bahkan selalu — ceng-cengin saya yang nggak pernah pesan kopi. Nggak jarang mereka tawarkan saya segelas kecil teaser kopi. Mereka tampaknya begitu bosan, minuman pesanan saya nggak jauh-jauh dari ice lychee tea.
Hingga pada akhirnya saya menyerah — lebih tepatnya melawan — pada diri untuk pesan kopi. Tapi, ya bukan kopi ‘beneran’. Mereka sarankan saya order citrus coffee kalau saya nggak salah. Intinya es kopi diracik dengan jeruk.
“Udah ini deh. Percaya. Kopi ‘cewek’ ini mah. Nggak ada pahit-pahitnya.”
Hmmm seksis.
Segelas ice citrus coffee berada di hadapan saya. Seteguk demi teguk saya cicip cairan itu. Em.. tetap saja pahit ya. Walau memang benar ada rasa dan aroma jeruk. Surprisingly, kopi seharga sekitar Rp30.000 itu habis.
Pesan es teh susu di Belitung
Bahkan di Belitung, yang begitu terkenal dengan warung kopinya, saya pesan es teh susu! Sebuah kerugian besar. Belakangan, saya nggak menyesal-menyesal amat sih. Sebab, kopi di Belitung pun bukan asli daerah sana, melainkan dipasok dari berbagai daerah lain.
Namun, tetap saja. Saya kehilangan momen nongkrong di warung kopi khas masyarakat Belitung. Walau sebenarnya, momen yang saya rasakan tentu berbeda dengan masyarakat asli. Terlebih zaman dulu yang menjadikan ritual ngobrol di warung kopi sebagai pelepas penat sehabis jadi buruh tambang.
Saya sempat minum sedikit kopi yang dipesan teman untuk sekadar merasakan kekhasan kopi di Belitung. Pahit keasaman. Telisik lebih jauh, kopi di Kong Djie dan berbagai warung kopi lain di Belitung mengambil kopi dari Lampung dan Jawa. Kira-kira vegetasi pendamping apa yang pada akhirnya bikin rasa kopi ada sedikit asam?
Ketidaksukaan dengan kopi ini memang kadang menyulitkan saya dalam perjalanan/traveling. Sebab, lumrah segelas kopi panas jadi suguhan untuk tamu perjalanan seperti saya. Dan menolaknya tentu menjadi hal yang kurang sopan.