Ka Yuni, Si Guru Ekonomi yang Galak
“Itu pipi kaya babi.. Tembem bgt,” katanya sesaat setelah saya kirim foto kami tadi malam. Padahal, sebelum pulang saya sudah tawari dia untuk menyunting pipinya supaya lebih tirus, tapi dia menolak.
Saya sudah kenal denganya sejak kelas X atau 1 SMA. Pertemuan kami karena tempat bimbingan belajar. Ia seorang pengajar pelajaran Ekonomi dan saya seorang pelajar SMA jurusan IPS. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan kami lebih personal. Bagi saya, ia bukan hanya seorang guru yang mengajari hitung-hitungan dan tetek bengek ilmu ekonomi lainnya, tapi guru kehidupan.
Asalnya dari Binjai, Medan. Merantau ke Jakarta (Depok). Sudah sejak 2007 mengajar pelajaran Ekonomi. Dan kini sudah beranak dua. Suvenir pernikahannya dulu pun masih saya simpan.
Banyak cerita yang saya bagi dengannya. Mungkin, dia menjadi salah satu saksi proses pendewasaan diri. Dari bocah dan kumelnya saya dulu sampai sekarang yang… ya kayaknya nggak banyak berubah sih. Hahaha.
Iya, dia banyak tahu tentang saya.
Tentang diri saya dalam pelajaran dan urusan akademik, tetang sifat saya yang keras dan lainnya, keluarga, sampai ekhm urusan cinta.
28 Februari 2019
“Yaudah lah dek, tinggalin aja yang kayak gitu. Sekarang yang jelas-jelas aja,” katanya menceramahi saya tadi malam saat obrolan cinta mulai hadir.
Rasanya cerita soal cinta memang tidak pernah absen dalam berbagai perbincangan, termasuk dengannya.
Tadi, 28 Februari 2019 akhirnya nggak wacana untuk berbagi kisah hidup kembali.
Sore hari saya ke tempat bimbel dulu yang letaknya di daerah Gandul. Sesaat setelah turun ojek online, abang parkir dan satpam menyambut dengan hi-five. Sapaan dan obrolan singkat kelanjutan hidup tentu terjalin.
“Masuk dulu yak!” Kata saya pamit kepada mereka sembari masuk ke tempat bimbel.
Clingak-clinguk saat masuk. Sedikit canggung karena cukup asing dengan orang di dalamnya. Ternyata dia di kantin. Segera saya hampiri.
Salim. Lalu kami pindah meja dengan tanda “Ekonomi”.
Berbagai cerita terbagi tadi malam, khususnya tentang masa depan adik saya yang bakal memasuki fase hidup baru: perkuliahan. Juga kehidupan ke depan lainnya: pekerjaan, hubungan cinta. Sisanya update kehidupan selama ini yang belum terbagi, verifikasi kabar media sosial, perbandingan anak bimbel dulu dan sekarang.
Seperti yang sudah-sudah, ia selalu beri saya berbagai pelajaran baru dalam hidup. Tentang pilihan dan tujuan hidup yang pada akhirnya mungkin tidak berjalan sesuai keinginan, pernikahan yang tidak hanya soal cinta, dan keterbukaan dalam keluarga.
Saya titip pesan padanya, tolong ingatkan, tegur saya kalau saya terkesan sombong dan sejenisnya. Saya sangat terbuka soal itu. Apabila pesan singkat tak terbalas di Line, itu karena saya sudah jarang buka. Sisanya skip kelewat. Saya tidak mau memutus relasi yang terjalin ini.
Saya sangat sadar, siapa saya sekarang pasti andil banyak orang dulu, termasuk dia. Ilmu-ilmunya, petuahnya, omelannya. Dan saya sangat berterima kasih soal itu. Itu yang membentuk diri saya sekarang. Semoga silaturahmi terus terjalin.
Ingat betul, dulu ia teriaki saya dan teman-teman saat bimbel. Marahi kami saat mengerjakan soal. Dan hal-hal lainnya yang mungkin cukup menyebalkan saat itu. Namun, memang karakternya.
Galaknya itu yang bikin rindu. Galaknya itu yang memang saya butuhkan. Untuk berpikir lebih terbuka dalam melihat berbagai jalan hidup. Untuk lebih rasional melihat realitas. Untuk terus kuat.
Dia adalah Ka Yuni.
Guru Ekonomi saya yang galak di tempat bimbel. Dan salah satu guru kehidupan.
Doa baik selalu untukmu, Ka. Semoga lukisan saya tetap jadi penghias rumahmu di mana pun itu. Saya tunggu cerita lain petualanganmu!