Menanti Ledakan Berikutnya
Saya kira bom waktu itu sudah meledak setelah meluluhlantakan beragam hal, ternyata bom waktu lainnya masih sedang bersiap dan menunggu saat yang tepat untuk meledak.
Kata orang, hidup nggak asik kalau flat-flat aja. Kata orang zona nyaman hadir karena kebiasaan yang menyenangkan. Dua hal itu mulai saya tampik belakangan ini. Saya bosan hidup yang up and down secara drastis yang mengoyak diri beberapa waktu terakhir. Saya juga terjebak dalam zona nyaman yang buruk, sesat, biadab.
Kembali lagi soal pergelutan hati. Dulu begini sekarang begitu. Mau itu tapi harus ini. Beragam hal soal keluh kesah hati benar-benar sudah di ujung lidah. Benar-benar siap termuntahkan keluar. Berbagai hal yang saya timbun, simpan rapat-rapat, abaikan, lupakan, acuhkan, dan coba direlakan sendiri telah menuju puncak.
Pertikaian dalam diri terus hadir. Makin-makin dengan banyak hal baru yang mempercepat bom waktu meledak. Soal idealisme, realitas. Soal support system. Soal egoisme. Soal saya. Dan mereka.
Entah kapan. Entah mengenai siapa selain diri saya sendiri. Dan entah dalam momentum apa yang jadi pemantik akhir.
Saya harap satu,
Saat bom itu meledak, ada tempat yang bisa memaklumi dan cepat-cepat memulihkan saya dengan pelukan hangat yang erat. Meyakinkan saya bahwa ini akan baik-baik saja. Membawa saya pergi menjauhi bom waktu lain yang sewaktu-waktu bisa kembali meledak.
“Dan ini pelajaran penting untuk mengenal orang, mereka yang terlihat tegar, mandiri, mengagumkan, fragile inside~” kata seorang wartawan Tirto di Twitter-nya.