Mohon Izin Off Hari Ini

Dewi Rachmanita Syiam
3 min readJun 20, 2021

--

Bukannya membaik, kualitas membaca saya makin turun. Semakin jarang pegang buku atau betah baca lama. Energi sudah kadung habis untuk aneka rupa zoom dan segala tetek bengeknya yang bikin saya terus mengaduh ampun. Boro-boro membaca buku, berkegiatan yang menambah skill, atau beragam hobi yang membuat imun naik, untuk sekadar istirahat tenang saja sepertinya semakin sulit.

Namun, hari ini saya cukup.

Saya ambil buku yang beberapa hari lalu baru sampai dari Kuningan dengan diantar kurir. Membuka tiap kertasnya yang menguning dan sudah timbul bercak karena telah dicetak sejak tahun 1982. Saya meraba kertas-kertasnya yang tua. Membaca tiap kalimat yang tertulis. Dan berefleksi sekaligus mengenang perjalanan-perjalanan lama yang entah kapan akan bisa kembali saya lakukan.

Jika sebelumnya Prof. DR. H.O.K Tanzil membawa saya ke berbagai negeri seberang, maka kali ini lewat buku bersampul ungu orchid ia berkeliling di beberapa daerah di Indonesia. Terdapat 8 bab yang bercerita soal perjalanan darat dari Jakarta ke Aceh, bersama keluarga naik Gunung Tengger, mengunjungi Toraja, menyusuri sungai di Kalimantan, tamasya di Cianjur, melihat penyu bertelur di Pangumbahan, ke Lombok, dan Madura.

Salah satu yang menarik dan membuat saya terjerambat ialah saat membaca bab 1 dengan judul “Jakarta — Banda Aceh PP”. Sebuah suguhan cerita apik dengan perspektif dari sebuah microbus VW, lengkap dengan segala seluk beluk perasaan si mobil yang dibawa menyusuri ratusan kilometer di Sumatera.

Saya lantas ingat cerita lama saya sewaktu melakukan perjalanan ke Wakatobi. Saat itu saya menulis dengan perspektif ikan dengan judul “Perjalananku dari Laut Binongko Menuju Tanah Jawa”. Saat awal mengirim tulisan melalui surel ke editor saya bimbang. Dalam badan surel, saya utarakan keraguan atas sudut pandang saya yang tak lazim. Saya juga sudah siap semisal harus ganti angle. Ternyata approve dan apresiasi. Ternyata gaya tulisan saya pernah dilakukan pula oleh salah satu sosok penulis perjalanan legendaris Indonesia.

Beralih ke bab-bab selanjutnya, seperti biasa, penulis yang merupakan dokter masih bersama sang istri berpetualang dengan mengasyikkan. Begitu rinci dan detil dalam bercerita. Tak hanya informasi terkait waktu atau harga bensin, tapi Prof. DR. H.O.K Tamzil juga merincil jalanan yang rusak saat melakukan tur di Sumatera.

Pada halaman 27, cerita beralih soal perjalanan 13 orang naik Gunung Tengger. Sebuah pengalaman ajib bepergian bersama naik VW Combi. Menikmati pemandangan dari puncak setelah jalanan yang mepet jurang dan tebing. Kondisi sekarang tentu sudah berubah jauh lebih baik yang ternyata ada andil dari kepala desa yang mengerahkan lebih dari 4000 penduduk Wonokitri untuk gotong royong membuat jalan terobos sejak 1971.

Perjalanan terus berlanjut sampai seberang pulau. Menyusuri Toraja dan sungai-sungai di Kalimantan dengan pemandangan hutan belantara. Rasanya pemandangan asli Kalimantan kini semakin hilang karena banyaknya pembalakan hutan. Esok apa kabar? Mungkin saat ada kesempatan melakukan perjalanan ke pulau yang disinyalir paling “aman” dari gempa itu, pemandangan yang saya lihat hanya lahan-lahan bekas kebun sawit.

--

--

Dewi Rachmanita Syiam

Tentang perjalanan, musik, dan cerita. Saya di Instagram: #JalanBarengDewi