Pristine

Dewi Rachmanita Syiam
1 min readAug 30, 2020

--

“Yuk beli Aqua. Cari yang merk kamu. Kamu kan sukanya Pristine.”

Ini belanja bersama kami kesekian. Setelah santap makanan China yang saya suka, tapi Mas nggak suka, mendaratlah kami di supermarket grosir daerah Ciputat. Trolley besar kami geret bergantian, kadang bersama untuk menampung berbagai barang. Dan air minum Pristine jadi salah satu yang kami — Mas — beli. Bukan Aqua, Vit, atau Minerale, tapi Pristine.

Beberapa bulan lalu saya buka pintu, duduk, pasang seat belt. Baru menghela nafas, Mas berucap: “itu ada air di samping.”

Pristine.

Setelahnya sampai sekarang di mobil selalu sedia Pristine yang menjadi penyelamat haus, kewajiban minum air putih, atau lainnya. Bukan satu dua botol, tapi satu dus. Terkadang saya bawa pulang dan menegak habis air putih bertutup botol hijau itu di kamar saat mau tidur.

“Minum dulu.”

“Minum lagi.”

“Ditungguin sampai minum.”

Saking seringnya disuruh minum, apalagi sampai dibawakan air putih khusus merk Pristine, saya kini jadi kian cinta air putih. Saat makan, cenderung pesan minum air putih. Makin bisa dihitung jari pesan minuman rasa-rasa seperti yang biasa saya lakukan dulu.

Botol-botol Pristine pun masih saya simpan. Bukan malas buang, tapi mau saya alih fungsi untuk pot. Agar menjelma menjadi wadah tumbuh tanaman. Berkembang. Dan terus berkembang baik.

Sama seperti semua ini.

--

--

Dewi Rachmanita Syiam

Tentang perjalanan, musik, dan cerita. Saya di Instagram: #JalanBarengDewi