Raksasa Itu Bernama Dewa 19

Dewi Rachmanita Syiam
9 min readOct 8, 2018

--

Dewa 19 di Synchronize Festival 2018 hari ketiga, Minggu (7/10) di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta. (Dewi Rachmanita Syiam)

Gue bukan termasuk orang yang punya kegemaran fantatik terhadap suatu hal. Jarang ngefans yang sampai banget sama apapun. Kayak ya udah aja. Tapi, Dewa 19 nyaris berada di titik itu sebagai sebuah band lokal.

Minggu, 7 Oktober lalu gue berangkat ke Synchronize Festival 2018 yang dihelat di Gambir Expo, Jakarta. Mengemban tanggung jawab liputan, gue tentu mesti lebih awas atau jeli melihat banyak hal yang terjadi di festival musik itu. Meskipun harus memecah perhatian ke banyak panggung dan detil-detil lain untuk bahan tulisan sekaligus konten media sosial, hati dan pikiran ini sudah terfokus dengan Dewa 19 yang bakal tampil di akhir acara.

Sejak tahu Dewa 19 bakal reuni bersama Ari Lasso dan Once di Synchronize Fest, gue udah girang bukan kepalang. Momen langka. Kapan lagi coba Ari Lasso dan Once bakal tampil bersama di atas panggung bawakan lagu-lagu populer nan meaningful Dewa 19? Yang udah-udah, kalau reuni mereka hanya boyong sang pujangga Ari Lasso dalam aksi panggung. Apalagi ini festival musik besar di Jakarta. Fix!

Sebenarnya, dulu gue nggak sekepincut ini sama musik khas racikan Ahmad Dhani dkk. Diri ini makin terpesona saat belakangan lagu-lagu lawas 90an dan awal 2000an mulai kembali hype dan diperdengarkan di banyak kesempatan. Banyak momen yang menghadirkan para musisi legendaris itu juga, termasuk Dewa 19.

Apalagi, Sounds From the Corner sempat unggah video penuh penampilan reuni Dewa 19 bersama Ari Lasso saat di Soundrenaline. Suguhan musik ciamik! Bles langsung makin jatuh cinta dengan band asal Surabaya itu.

Mimpi nonton langsung Dewa 19 secara langsung kian menggebu.

Mimpi jadi nyata di Minggu malam

Sedari akhir penampilan band asal Yogyakarta, Shaggydog sekitar pukul 19:45, gue sudah merangsek dan selap selip antar penonton biar bisa berdiri di barisan paling depan. Hal ini sebagai antisipasi kalau nanti nggak bakal bisa dapat posisi mantap nonton sang idola. Ini terbukti pilihan yang tepat, sebab penonton lintas usia makin bejubel tak karauan selepas Shaggydog tampil.

Padi Reborn di Synchronize Festival 2018 hari ketiga, Minggu (7/10) di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta. (Dewi Rachmanita Syiam)

Gue sempat ikut jejingkrakan bersama penonton lain yang jadi teman baru di Dynamic Stage. Lalu dilanjut bernyanyi tiada henti saat Jamrud tampil. Juga ketika Padi Reborn kian memecahkan suasansa. Ketiganya jadi pemanasan bagi gue sebelum puncak penampilan yang dinanti: Dewa 19.

Menonton Shaggydog, Jamrud, dan Padi agaknya bikin gue ketir terkait Dewa 19. Ekspetasi gue sudah terlanjur tinggi. Takut-takut nanti mesti nyusruk dan menelan pil pahit band yang sudah ada sejak 1986 itu nggak tampil maksimal. Gue khawatir penonton nggak segirang saat Shaggydog tampil, atau Ari Lasso mesti diteriaki penonton supaya tampil lebih di depan panggung seperti Krisyanto sang vokalis Jamrud, atau bahkan mendapat masalah teknis mic seperti yang terjadi pada Fadly Padi.

Namun, syukurlah ketakutan itu nggak terjadi.

Gue masih duduk meredam letih tanpa alas bersama ratusan orang lain saat para awak krew Dewa 19 melakukan check sound. Kami mulai berdiri saat layar besar di panggung menampilkan teks upcoming band Dewa 19. Sesaat kemudian, alunan musik seriosa mulai menggema. Damn, Dewa 19 abis sob! Dark! Benar-benar nunjukkin “Ini gue Dewa 19. Dewa 19 yang menguasai malam ini, juga musik tanah air. Gue Dewa 19 sang legenda!” Mereka benar-benar bagaikan raksasa besar.

Wow penonton sudah ribut. Berteriak histeris menanti kehadiran para punggawa band yang bubar tahun 2011 itu. Diawali dengan masuknya Agung Yudha, drummer terakhir Dewa sejak 2007. Lalu personil lain mulai masuk satu per satu.

Yuke Sampurna sang bassist masih sama kayak dulu dengan slayer membalut kepalanya. Andra masih dengan karismanya di gitar, tapi memang mesti diakui usia yang menua itu makin nampak di dirnya. Nggak ketinggalan the one and only, Ahmad Dhani hadir di balik keyboard-nya.

Prediksi gue buat awal penampilan Dewa bakal hadirkan langsung Ari Lasso dan Once ke panggung. Ternyata itu salah. Ari Lasso lah yang jadi giliran pertama membuka dengan lagu Restoe Boemi.

Ah kok lagu ini yang jadi pembuka?

Sempat agak kecewa sih, kenapa bukan Cukup Siti Nurbaya yang jadi boom di awal kemunculan Ari Lasso ini? Bukan tanpa sebab. Soalnya gue rasa Restoe Bomie yang merupakan garapan Erwin Prasetya masuk dalam deretan lagu yang viral aja bukan viral banget. Sayang aja gitu buat membuka tapi nggak langsung gas poool kasih lagu andalan. Mungkin ini jadi dedikasi tersendiri buat Erwin yang urung dibawa ke Synchronize Fest? Entah. Mungkin lebih tepat ini sebagai simbol syukur “restoe boemi” mereka bisa balik manggung.

Tapi baiklah.

Gue tetap amaze dan excited. Wah gila sih. Aura Ari Lasso itu emang kuat banget. Berbalut kaos dan jaket hijau lumur, celana plus sneakers hitam, vokalis Dewa 19 yang dulu mesti hengkang untuk rehab pemakaian narkoba itu begitu memesona. Karismanya wow abis, padahal usianya udah memasuki kepala 4 bahkan mau 5. Doi tampil energik dan penuh percaya diri. Memecah kerinduan masa-masa emas Dewa 19 dulu. Suaranya masih sama gaharnya kayak bertahun-tahun lalu.

Ari Lasso di Synchronize Festival 2018 hari ketiga, Minggu (7/10) di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta. (Dewi Rachmanita Syiam)

Dan ini entah kenapa ya, gue juga masih selalu suka tato Ari Lasso di lengannya. Sangat keren dan nggak norak. Anjir betul cuk apalagi kalau tatonya kayak ngintip-ngintip dari balik kaos.

Senyum makin merekah lebar saat kesukaan gue jadi lagu kedua: Cukup Siti Nurbaya. Anjir mimpi jadi nyata bisa nyanyi langsung lagu itu bareng Dewa 19. Serius deh lagu itu keren banget, apalagi versi live-nya. Nggak tanggung-tanggung gue dan penonton lain memang nyanyi sangat antusias. Parah parah kalau inget mau ulang momen Cukup Siti Nurbaya itu lagi.

Lanjut lagu Aku Disini Untukmu. Nggak kalah heboh para penonton nyanyi bersama. Makin-makin lagi waktu Satu Hati. Sesuai prediksi, selepas Satu Hati pasti Kirana. Kali ini tepat!

Kirana juga jadi salah satu lagu favorit gue selain Cukup Siti Nurbaya. Sudah dipastikan gue berteriak-teriak melantunkan tiap lirik lagu. Menurut gue, emang lirik Kirana tuh damn abis sih.

Kirana jamah aku, jamahlah rinduku. Takkan pernah usai cintaku padamu. Hanya kata yang lugas yang kini tersisa. Kuingin rasakan cinta…

Sebenernya nggak cuma Kirana sih. Rata-rata lagu Dewa 19 dulu emang punya lirik dalam dan sangat luar biasa menganggumkan. Persis seperti apa kata orang puisi jadi lagu.

Selepas Kirana, mulai musik slow, yaitu Cinta Kan Membawamu dan Kangen. Fix semua penonton hanyut dalam suasana. Gimana nggak, dua lagu itu emang viral abis bikin baper pada era 90an.

Ari Lasso sebelum bawain Kangen sempat bercandain, bilang kalau lagu selanjutnya kurang viral. Ya itu semacam satir aja sih. Karena lah dalah yang dibawa Kangen. Siapa yang nggak tahu dengan lagu menye-menye klasik tapi tetap berkelas itu coba?

Sehabis itu giliran Once tampil di atas panggung. Wow heran gue rata-rata para perempuan yang usianya di atas gue menjerit melihat paras Once. Oke Once bukan tipe gue…

Potongan rambutnya masih sama kayak dulu. Juga suara rock-nya. Langsung gas di lagu Roman Picisan. Lanjut ke Sayap Sayap Patah dan Dua Sejoli. Jujur untuk dua lagu itu gue b aja, nggak yang ampe waw waw banget. Emang pada dasarnya gue lebih condong lagu era Ari Lasso sih. Hehe.

Tapi, Risalah Hati sebagai lagu berikutnya tetap oke. Begitu khas sampai hafal di luar kepala. Pun saaat Once makin membakar suasana lewat lagu Cemburu. Kayak gue bisa merasakan emosinya Once dalam menyampaikan liriknya.

Di tengah euforia festival, Dewa 19 nggak lupa untuk mengajak penonton mengingat bencana yang terjadi Sulawesi Tengah. Lagu Air Mata pun jadi pengiring doa dan rasa empati mendalam.

Suasana melow masih terus ada dengan lagu Cinta. Energi mulai kembali saat Arjuna dibawa menyusul Pupus.

Yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Duet maut Ari Lasso dengan Once. Mereka secara sangat luar biasa keren menutup penampilan Dewa 19 sekaligus Synchronize Fest 2018 lewat dua lagu, yaitu Kamulah Satu Satunyadan Separuh Nafas. Penampilan apik makin komplit dengan kembang api di angkasa.

Asli deh keren banget momen di dua lagu terakhir itu. Merinding. Enggan banget buat menutup perjumpaan. Masih mau nyanyi terus tiada henti. Energi penuh sang band raksasa itu begitu terpancar. Benar-benar nama besar band Indonesia. Bahkan bisa diterima oleh mereka-mereka yang punya jangkauan umur jauh dari masa keemasannya.

Penampilannya di Synchronize Fest makin mengukuhkan Dewa 19 sebagai band papan atas yang menurut gue belum bisa tertandingi eksistensinya di belantika musik tanah air. Gue benar-benar merasa candu buat nonton mereka langsung lagi dan lagi. Momen yang begitu terkenang.

Gue juga mesti apresiasi para personil Dewa 19. Mereka memang punya kelas banget. Begitu profesional dan nggak salah dibilang legendaris. Baik Ari Lasso, Once, atau personil lain penguasaan panggungnya sangat oke. Atraktif sama penonton.

Mereka tahu mereka siapa dan harus ngapain buat memuaskan penontonnya.

Pun inteaksi antarpersonilnya yang mengisyaratkan keintiman dalam. Apalagi Ari Lasso ya. Keliatan banget jam terbangnya emang tinggi. Nggak aneh makanya dia jadi juri ajang pencarian bakat dengan komentar yang cukup tajam dan detil.

Oke fix otw jadi fans Ari Lasso.

Namun, terlepas dari pengalaman pertama yang super membahagiakan tak terlupakan itu, gue merasa set list Dewa 19 lebih oke waktu di Soundrenaline 2013. Susunan lagu lebih apik. Waktu itu Tyo Nugros juga sempat hadir menggebuk drum untuk beberapa lagu.

Mungkin malam ini giliran rasa spesial penampilan Dewa 19 dengan duet Ari Lasso dan Once. Formasi ini terhitung sangat jarang hadir. Sayang, mereka nggak menambah Elang jadi lagu penutup. Padahal gue yakin 100% momen makin epic dan luar biasa kalau Kamulah Satu Satunya dan Separuh Nafasdilengkapi dengan Elang. Sebuah lagu yang jadi penutup karir Ari Lasso di Dewa 19. Lagu favorit gue lainnya.

Nggak kerasa loh lebih dari 90 menit Dewa 19 di atas panggung. Tentu bukan sebuah penampilan singkat. Dalam rentan waktu itu, makin terlihat juga sosok kunci di balik Dewa 19: Ahmad Dhani, Andra, dan Ari Lasso. Mereka tampil begitu ciamik dengan kualitas nggak perlu diragukan lagi. Namun, ya berkat paduan personil lain pula lah yang bikin Dewa 19 jadi seraksasa seperti saat ini yang akhirnya kembali bangun.

Rasa-rasanya ingin Dewa 19 tetap kayak gini terus dengan judul “reuni”. Bukan tanpa alasan, sebab gue merasa keciamikan Ahmad Dhani dalam meracik lagu kian memudar. Perlu diakui dulu memang Dhani dan Dewa 19 punya pengaruh sangat besar terhadap sebuah generasi. Mereka hadir dalam perjalanan yang mungkin itu berimbas saat ini dengan kerinduan yang ada di banyak orang.

Gue kayaknya lebih memilih band ini tampil jarang alias langka dengan sentuhan spesial di tiap penampilannya. Biar rindu itu terus terpendam dan memuncak. Biar candu nonton langsung itu menyiksa diri dulu sampai-sampai bakal ada waktunya terobati.

Gue sempat mikir, ah ngapain dah si Dhani masuk politik. Jangan-jangan ini bisa makin ngaruh ke musiknya dia lagi? Tapi, beberapa hari lalu gue nggak sengaja baca komentar salah satu foto di Instagram Dewa 19. Ada yang komentar terkait harapannya agar penampilan Dewa 19 di Synchronize nggak ada unsur politik. Balasan adminnya ialah:

Music is music.

Mantap jiwa! Tenang hatiku rek. Sebuah kewajiban habis ini nonton Dewa 19 lagi. Semoga sama orang yang spesial pula. HE.

Menunggu Dewa 19 lainnya

Gue menunggu Dewa 19 dengan sing along lagu-lagu ikonik dari musisi legendaris lainnya: Jamrud dan Padi Reborn. Rasanya ini jadi sebuah pemanasan bagi gue pada Minggu malam itu. Ingatan terus terlempar ke masa sekolah saat MTV merajai konten musik di TV, juga soal kaset dan CD yang jadi teman setia kesepian. Oh betapa rindu dengan lagu berlirik dalam dan lantunan harmonis melodi dalam kemasan sosok kuat sang musisi.

Entah kenapa, gue merasa Indonesia belum punya musisi-musisi ikonik yang menggelegar lagi. Mungkin karena sekarang musik makin bebas dan beragam? Makin segmented? Makin mudah bikin musik? Makin banyak kanal distribusi?

Kalau dulu (sebenernya nggak dulu-dulu banget karena gue masih 21 tahun), musik bagus pasti kita temuin lewat MTV atau radio macam Prambors. Atau ulasannya bisa kita lihat di RollingStones atau HAI. Sekarang? Kita bisa menemukan berbagai musik ciamik lewat Soundcloud, Spotify, diulas pribadi di kanal-kanal media sosial, dan lainnya.

Makanya, mungkin nggak heran kenapa belum muncul nama-nama sebesar Dewa 19, Sheila On 7, Peterpan, Gigi, atau musisi kawakan lainnya. Ya karena musik bagus nggak cuma bisa kita dapatin di satu kanal. Orang lebih punya kuasa memilih dan menentukan seleranya masing-masing.

Mungkin ya. Ini sih mengira-ngira aja. Mari berdiskusi.

Habis, gue sempat berpikir dan mencari apa ya band atau musisi sekarang yang wah banget di seantero negeri. Maliq & D’Essentsials? Hmmm mungkin mendekati. Seringai atau Deadsquad? Hmmm dalam kancah rock mungkin mendekati. Tapi, rasanya pamor mereka di pasar belum yang benar-benar dari ujung Sabang ke ujung Merauke. Lagu-lagu mereka belum se-memorablePupus atau Kangen.

Sejujurnya gue ,emang menunggu sih sosok-sosok Dewa 19 atau Naif atau God Bless lain. Mungkin butuh beberapa tahun lagi untuk sampai di titik itu. Kira-kira siapa ya yang wajib dipantau perkembangannya? Siapa yang bakal jadi raksasa baru di industri musik tanah air dengan kualitas oke?

--

--

Dewi Rachmanita Syiam
Dewi Rachmanita Syiam

Written by Dewi Rachmanita Syiam

Tentang perjalanan, musik, dan cerita. Saya di Instagram: #JalanBarengDewi

No responses yet