Sabtu Tengah Juni
Terik matahari begitu menyengat. Pun panasnya yang dahsyat membakar kulit sepanjang perjalanan Cinere — Pamulang. Keringat mulai bercucuran di balik baju bergaris hitam putih. Dan dengan helm hitam yang kumal, saya hanya tertunduk berlindung dari si bintang raksasa berharap laju ojek online dapat lebih cepat.
Rumah hook pagar hitam. Di depan pagar yang rapat saya turun motor bersamaan dengan sambutan hangat seorang perempuan pra-manula berdaster batik. Sesaat berbincang di dalam rumah, mendengar perempuan itu bercerita ini dan itu. Saya hanya mendengar dan tertawa kecil di balik masker duckbill putih.
—
Kemacetan akhir pekan pinggir Jakarta di depan mata. Putar arah dan blusukan di jalan tikus hasil arahan si penunjuk arah dari smartphone. Bicarakan soal pimpinan: satu sosok yang sudah hadir di ujung telepon dari pagi dan sosok lainnya akan jadi pimpinan divisi baru kantor. Juga tentang arisan bola Euro. Keluarga. Teman. Berbagai kemelut sekaligus hal lain yang menemani perjalanan sepanjang tol bertarif mahal dari swasta.
—
Saya berdiri di antara mobil dan zebra cross mungil. Lalu bergeser beberapa langkah ke kiri saat mobil silver itu mulai parkir mundur. Mobil mati. Kami memesan santap siang. Menunggu giliran dari daftar tunggu sembari membicarakan ibu muda di seberang yang tidak sabar antre.
Dua mangkok ramen sekaligus dua piring gyoza tersaji di meja kayu. Begitu lahap kami makan setelah menunggu sekitar 45 menit. Membandingkan rasa tiap makanannya dengan resto ramen lain yang sebelumnya biasa kami kunjungi. Seperti yang sudah-sudah, ia selalu lebih dulu menghabiskan bagiannya dibanding saya.
Kami berjalan menjauhi kedai mungil beronamen Jepang. Kala itu dengan perut sudah kenyang, bukan seperti dulu yang dengan rasa lapar karena kehabisan menu.
—
“Pake nggak?” ucapnya sembari menggengam keranjang di pintu masuk.
Keranjang biru akhirnya kami geret. Satu demi satu barang kami ambil dari rak. Niat awal hanya sekadar lihat-lihat sekaligus ambil pesanan tas untuk olahraga barunya, tapi “kebutuhan” membawa kami akhirnya mengantongi barang lain penunjang aktivitas.
Matanya berbinar saat masuk ke deretan rak olahraga yang banyak orang menilai sebagai kegiatan mahal dan eksklusif. Melihat baju, celana, stick, tas dan aneka rupa peralatan lain yang kami sama-sama sepakati mungkin kualitasnya so so. Dan di antara itu, sesekali ia bercerita tentang ilmu dari hobi barunya sekitar sebulan ini.
Tas hitam berbungkus buble wrap akhirnya digenggam siap dipakai untuk driving esok. Tidak ada lagi “asu” karena pesanan kali ini batal gagal.
—
Hold the vision, trust the process.